Oleh: Firman Yusi | 10 September 2011

Islamic Center Tabalong : Mercusuar Pengetahuan Islam

me2

Beberapa waktu lalu saya diundang untuk hadir dalam sebuah lokakarya. Tak tanggung-tanggung, lokakarya itu diselenggarakan pada hotel termewah di Tanjung.  Lokakarya yang membahas tentang Badan Pengelola Islamic Center (IC) yang segera akan menghias daerah ini.  Tak kurang dari 50 milyar rupiah dana disiapkan dari pundi-pundi Yayasan Adaro Bangun Negeri untuk proyek prestesius yang akan menempati areal kurang lebih 8 ha ini.

Jujur saja, sebelumnya saya termasuk orang yang sangat menentang keberadaan IC.  Bukan karena saya “kafir” seperti yang dituding sejumlah orang, akan tetapi karena saya menolak atas apa yang menjadi latar fikir didirikannya IC itu.  Dulu, sekitar lebih sepuluh tahun yang lalu, seorang pejabat di daerah ini pernah saya tanya tentang latar belakang didirikannya IC, jawaban yang saya terima sungguh mengecewakan. “Bayangkan kalau kita punya IC, orang yang lewat di Tanjung ke Banjarmasin atau ke Balikpapan akan terkagum-kagum dengan bangunan mewah yang kita miliki,” ujar sang pejabat.

Kalau hanya itu motivasinya, maka saya kira IC sangat tak layak dibangun.  Manfaat yang kita terima hanya “riya” dengan kekayaan dan kemewahan yang kita miliki, posisi seperti ini justru akan menepikan unsur manfaat yang bisa diterima rakyat dari sebuah IC.  Dengan latar belakang fikir macam itu, maka sia-sia duit puluhan milyar yang dikeluarkan untuk membangun fasilitas super mewah itu.

Sekarang kondisinya sudah berbeda, sikap saya pun berubah, bukan berarti saya tidak konsisten dengan pemikiran saya dan menjadi pragmatis, akan tetapi memang sudah seharusnya posisi sikap saya akan pembangunan IC berubah.  Dengan atau tanpa persetujuan saya, IC akan tetap dibangun, berteriak sampai keujung langit pun barang kali, hanya Allah yang bisa menggagalkannya.  Oleh sebab itu saya sepakat untuk menggeser diskusi tentang IC dari setuju dan tidak setuju, pro dan kontra menjadi diskusi bagaimana meningkatkan nilai tambah dari IC, bagaimana IC berkontribusi nyata dalam pembangunan ummat, bagaimana rakyat bisa menerima manfaat dari puluhan milyar dana yang digunakan untuk membangunnya.

Mercusuar Ilmu Pengetahuan

Semua harus jujur mengakui bahwa proyek IC adalah sebuah proyek mercusuar, proyek besar yang terlihat indah di kejauhan.  Saya sepakat untuk mempertahankannya menjadi mercusuar namun dalam presepsi yang berbeda.  Mercu suar juga harus diterjemahkan sebagai pemandu bagi kapal-kapal di lautan, penerang disaat gelap.  Nah, pengertian mercu suar yang semacam inilah yang harus kita adopsi, dimana IC menjadi mercu suar bagi ummat dalam meng-kaffah-kan pemahaman akan ajaran Islam dan terus-menerus mengalirkan ilmu pengetahuan sebagai pemandu dan penerang ditengah gelap bagi ummat.

Secara fisik IC yang direncanakan di bangun sungguh sangat mendukung untuk menjalankan fungsi ini, dimana d IC tak hanya dibangun sebuah mesjid megah dan miniatur tanah suci Mekkah untuk berhaji, akan tetapi juga dilengkapi dengan auditorium dan ruang perpustakaan.  IC juga akan dilengkapi dengan Badan Pengelola yang dipilih melalui proses yang ketat agar dikelola oleh manusia-manusia berkualitas yang cerdas secara intelektual, emosional dan memahami sepenuhnya ajaran Islam.

Ruh dari fungsinya sebagai mercu suar ilmu pengetahuan Islam adalah, IC di Tabalong harus dilengkapi dengan sebuah Lembaga Kajian/Penelitian yang secara konsisten melakukan kajian ke-Islam-an dan kemasyarakatan, lembaga yang mengalirkan pengetahuan Islam, menengahi persengketaan syariat dan budaya, mengumpulkan dokumen dan fakta terserak tentang sejarah Islam, perkembangan Islam dan budaya masyarakat Islam Kabupaten Tabalong dan sekitarnya.  Lembaga ini juga berkewajiban menyebarluaskan pengetahuan itu kepada ummat melalui penerbitan buku, media cetak, dokumen audio visual dan berbagai media lainnya.

Untuk menuju kesana, maka sudah seharusnya, Badan Pengelola yang akan dibentuk dalam beberapa bulan mendatang memiliki kewajiban untuk menyiapkan segala sesuatunya, termasuk menyiapkan SDM bagi lembaga kajian tersebut.  Di Tabalong ada banyak berserakan intelektual muslim yang belum “terakomodasi” dalam berbagai lembaga formal.  Ada puluhan alumni pondok pesantren, dari pondok kecil hingga pondok pesantren kenamaan, bahkan tak sedikit alumni berbagai perguruan tinggi di Mesir.  Pekerjaan Badan Pengelola hanya menyatukan dan mengakomodasi mereka, menyiapkannya menjadi tenaga peneliti/pengkaji dan menyediakan fasilitas yang memadai untuk melakukan penelitian/kajian, menguji setiap hasil penelitian dan menyebarluaskan hasil-hasil kajian kepada masyarakat.

Fasilitas perpustakaan, yang konon memiliki target sejuta buku, mestinya berfungsi pula sebagai pusat informasi ke-Islam-an di Tabalong.  Siapapun orangnya, darimanapun dia ketika ingin memahami tentang perkembangan Islam di Kabupaten Tabalong bisa memperoleh referensi disana, terutama dari buku-buku, jurnal-jurnal yang diterbitkan dari hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh lembaga kajian/penelitian tadi.  Sejuta buku bukan hanya berarti kita membeli sebanyak-banyaknya buku di berbagai penerbit, akan tetapi sejuta buku mungkin pula berarti amanah untuk menerbitkan sendiri, tak hanya buku hasil kajian/penelitian namun juga hasil terjemahan dari para “mujahid” di Islamic Center.

Jika ini sudah dilakukan, maka bagi saya 50% dari fungsi Islamic Center sudah boleh dikatakan berjalan baik dan bermanfaat bagi rakyat.  Dia akan benar-benar menjadi “Center of Islam” di Kabupaten Tabalong dan sekitarnya.  Jika ini berjalan, maka saya dan para penentang Islamic Center lainnya akan bungkam, sebab itulah yang kami harapkan dari Islamic Center sesungguhnya, bukan hanya sekedar proyek besar dan “kenang-kenangan” dari perusahaan tambang batubara yang beroperasi di Tabalong, akan tetapi sebuah wadah yang mampu mengalirkan pengetahuan dan mampu menjadi peletak fondasi untuk Tabalong Sehat, Cerdas dan Sejahtera berbasis Agamais. (fyr)


Tanggapan

  1. Saya selaku orang Tabalong, yang berpenghidupan diluar daerah, tidak banyak tahu secara detil tentang ‘asbabun nujul’ dari pendirian IC yang didanai sebagian besar oleh Perusahaan Pengerok Keuntungan yang besar dari SDA dibanua kita. Apakah ini sepadan dengan ‘kerusakan lingkungan’ yang telah terjadi. Akankah dengan IC ini pula kita bungkam dan setuju saja menyerahkan tanah terakhir kita untuk dikerok para kaum kapitalis. Dan juga bubuhan saudara kita di Warukin mungkin berhak pula mendapatkan Balai Adat dan dan Gereja yang super mewah, sebagai bentuk keadilan dari penyerahan ‘tanah banyu’ untuk kegiatan tambang tersebut.

    • IC dibangun atas usul MUI dengan alasan agar perusahaan pertambangan ini meninggalkan bangunan monumental bagi masyarakat Tabalong. Saya sendiri awalnya tidak sepakat, karena jika dilihat dari sisi latar belakang, awalnya tidak lebih dari keinginan membangun proyek megah untuk dapat “diriyakan” kepada orang lain. Namun dalam perjalanannya, bangunan ini dengan atau tanpa persetujuan saya akan tetap dibangun, nah dr itu diskusi saya ajak bergeser menjadi bagaimana bangunan yang akan menghabiskan duit ini kita desain bersama-sama agar membawa manfaat bagi masyarakat Tabalong.
      Jangan dulu dikaitkan dengan persoalan eksploitasi sumber daya alam kita yang tengah berlangsung, sebab proses itu sudah berjalan dan tak ada tangan yang bisa menghentikannya, termasuk kita semua, sebab komitmen itu hanya dalam batas wacana yang kita semua tak pernah wujudkan, kita selalu berusaha mendorong orang lain melakukan sesuatu yang menentang sementara kita duduk diam. Jika kita memang ingin melawan eksploitasi SDA, ayo kita semua lawan, jangan hanya jadi pengamat, tapi berbuatlah. Jangan hanya menyalahkan orang lain hanya karena kita tidak tahu persis apa yang sudah dilakukan orang lain sebagaimana orang lain juga tidak tahu apa yang sudah kita kerjakan.
      Saya tidak ingin sebenarnya membawaq diskusi ini ke arah SARA, saya sepakat untuk kita adil dengan pemeluk agama lain, tapi adil itu kan tidak berarti sama rata. Penduduk Tabalong yang mayoritas Islam tentu wajar mendapat lebih banyak dari penduduk yang beragama minoritas. Logikanya kan sama dengan memberi makan anak umur 17 tahun pasti beda jumlah dengan anak umur 5 tahun. Jadi adil bukan berarti harus sama rata kan?

  2. Saya termasuk orang yg tdk setuju dgn ide pembangunan IC, mengingat orang kita senang membangun fasilitas publik dgn tdk mempunyai konsep yg jelas ttg visi, misi dan organisasinya.
    Saya sependapat dgn sdr.Firman Y, baihwa proyek ini akan pasti dibangun walau terjadi pro dan kontra.Tinggal bagaimana kita memberikan kontribusi kita agar IC benar benar bermanfaat bagi manusia dan banua.
    Tentang ummat lain kita harus berlaku adil proporsional. Salam

  3. Alhamdulillah, semoga proyek ini bisa bermanfaat dan tidak hanya asal proyek. ingat pemeliharaan dan perawatan serta memotivasi masyarakat untuk bisa memanfaatkan fasilitas yang sudah disediakan. mudah-mudahan ini yang diharapkan oleh masyarakat kita pada umumnya. dan semoga pemimpin-pemimpin kita tidak salah dalam menentukan pilihan kegiatan pekerjaan (proyek). apakah angka kemiskinan, anak yatim, dan orang-orang terlantar sudah maksimal di urus dan pelayanan kesehatan sudah maksimal apa yang diharpkan oleh masyarakat, apakah pendidikan sudah merata, dan banyak lagi yang harus kita bangun. semoga semua itu sudah terealisasi. amin. maju kota tanjung maju masyarakatnya.

  4. Bagi saya setuju tdk setuju IC sudah terbangun…tetapi yang sangat disesalkan mengapa harus adaro yang membangunnya bukan pemkab Tabalong….kalau memang adaro mau membangun Tabalong bangun tuh jalan dan jembatan yang rusak, masjid dan musholla yg rusak…berikan beasiswa pada anak2 berprestasi yg tidak mampu…Bangunannya megah SDM nya tidak ada…bisa jadi rumah hantu tu IC….Berapa banyak masjid yg megah tetapi ketika waktu sholat tiba manusianya gak ada…Masjidnya kosong, mau berjamaah mencari imam yg fasih baca qur’an saja susah…tukang azannya sudah tua dan terbatuk-batuk….

    • Spakat, pak… sayangnya saya tidak sepakat kalau kewajiban adaro adalah jalan dan jembatan, karena justru itu yang domain pemerintah, kalau jalan dan jembatan diserahkan jadi tanggung jawab adaro, enak dong pemerintah duit pajak yang dibayar rakyat gak perlu untuk memperbaiki fasilitas untuk rakyat… soal beasiswa setahu saya sudah banyak yang diberikan adaro, ada program khusus beasiswa kedokteran, beasiswa utusan daerah di IPB, beasiswa guru, beasiswa reguler mahasiswa S1…. Saya sepakat pembangunan ICT mesti dikelola oleh tenaga SDM, SDM-nya bukan tidak tersedia, tersedia banyak, tapi pintu ditutup rapat hg mereka tak bisa berpartisipasi, yang menutup pintu itu tak hanya pemerintah, tapi juga oleh sebagian ulama, tokoh ormas islam yang takut hegimoninya surut… Saya sudah berusaha mendobrak pintu itu, tapi mendobrak sendirian sulit mendapatkan hasilnya, sayangnya yang lain masih sebatas berkomentar…

  5. Setuju.., maksud saya hanya mau menyindir Adaro, berapa persen sih…kontribusi Adaro terhadap APBD untuk kepentingan pembangunan infra struktur…bandingkan dengan SDA Batubara yang telah dikeruk…jalan-jalan yang dibangun dengan pajak rakyat juga ternyata banyak rusak akibat lalu lalang mobil perusahaan http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/Tabalong/33823
    Syukurlah… Tapi, Bisa nggak saya dapatkan data jumlah program beasiswa untuk S1, S2, dan S3 yg sudah diberikan oleh Adaro….
    jangan pernah berhenti menyuarakan…jangan sampai IC menjadi rumah hantu…

    • Sekedar berbagi, pak… kebetulan saya aktif dalam jaringan LSM yang mendorong transparansi pendapatan negara sektor pertambangan, selain bekerja ditingkat nasional, jaringan ini juga memiliki jaringan dengan kawan2 LSM internasional yg bekerja disektor yang sama. Dari share pengalaman dan informasi dengan kwn2 tersebut, saya sedikit tahu bahwa kontribusi perusahaan dengan kontrak PKP2B seperti adaro sebenarnya mencapai 55 – 60% dari laba bersihnya kepada negara dalam bentuk royalti, landrent, PPH Minerba, Pajak dan Retrebusi Daerah, PPH Perorangan (dari gajih) dsb. Hanya saja distribusi ke daerah masih tidak adil, pembagian 80% (daerah) dan 20% (pusat) itu tidak riil, riilnya hanya sedikit ke daerah. Saat ini jaringan kami sudah berhasil memperjuangkan Peraturan Presiden yang mewajibkan rekonsuliasi data antara data setoran perusahaan kepada negara dan data penerimaan negara. Jika benar prosentasinya sebesar itu, berarti disisi negara (pemerintah)lah sebenarnya kesalahan itu berasal dalam rangka pengelolaan dana yang telah diterima itu.
      Soal jalan rusak, di daerah-daerah lain mungkin iya, tapi di daerah kita kan angkutan tambang tidak melalui jalan umum.
      Soal data beasiswa atau data CSR lainnya, saya juga tengah mendorong adaro untuk membukan pusat informasi khusus yang memudahkan masyarakat mengakses data-data itu, saya kebetulan pernah diundang hadir dalam pertemuan dengan para penerima beasiswa dan saya lihat jumlahnya cukup banyak. Mudah-mudahan upaya kita mendorong keterbukaan akan informasi CSR ini segera terwujud, pak.
      Bantu saya dorong kawan-kawan lain melakukan “dobrakan-dobrakan” untuk kepentingan bersama, termasuk soal ICT yang sempat membuat saya agak frustrasi memperjuangkan pengelolaan yang baik… Terima kasih untuk diskusinya yang sangat konstruktif, pak…

  6. Allhamdulillah, saya setuju dengan pandangan dan analisis sdr. Firman, kebetulan di Tabalong ada investasi besar yang mendorong pergerakan ekonomi dan optimisme kehidupan masyarakat, satu hal yang patut disyukuri.
    Tentu saja investasi harus dijaga dan diawasi agar lebih memberikan daya dukung bagi perkembangan daerah secara berkeadilan. Kita semua harus bergerak karena subyek SDM Tabalong adalah masyarakat dan aparatur pemerintah yang ada.
    Tugas kita bukan hanya mengkritisi, tetapi berperan aktif dalam pembangunan wilayah, karena daya dukung terhadap setiap pembangunan sarana dan prasarana, bukan sekedar investasi awal, namun juga peran serta untuk menghidupkan, merawat, dan mendorong terciptanya dukungan manfaat yang berkelanjutan (sustainable prospects).
    Kita pun wajib saling mengingatkan, baik sebagai masyarakat, aparatur pemerintah dan tentunya investor, tentang pembangunan wilayah dan masyarakat Tabalong, dengan tetap mengedepankan keseimbangan lingkungan dan kepentingan umum di atas semua golongan.
    Aparatur pemerintah Tabalong, juga tidak bisa kemudian enak-enakan, karena ada daya dukung investasi, tapi terus memperbaiki diri dan sumberdayanya, mengedepankan pola kerja dan pelayanan yang efektif dan efisien di segala bidang, melihat kebutuhan riil masyarakatnya, mendorong terciptanya kegiatan ekonomi kreatif di masyarakat yang tidak tergantung dari satu investasi, dan satu hal terpenting mengedepankan transparansi anggaran…….yang satu ini hati-hati….banyak aparatur pemerintah daerah yang menyepelekan…dan merasa sudah aman……tks.wass

  7. sya atas nma forum komunikasi pemuda tabalong, menyambut setengah2 sih dengan IC ini karena latar belakang berdirinya IC ini cuma sebatas pemanfaatan saja, dikarenakan hibah tanah untuk pembangunan IC ini bagaimana prosesnya dan apakah sudah diawali dengan kajian2 yg konfrehensif utk AMDAL nya, jangan2 sebelum adanya proses kajian tersebut sudah ada deal2an antara PEMDA n ADARO guna dilihat ADARO lebih memasyarakat…andaikan IC jdi sebuah ikon bagi Bumi Saraba Kawa, mungkinkah bisa mengembalikan gunung2 yg sudah dipangkas utk membuat IC tersebut…????dimana sekarang sudah dirasakan akibat terpangkasnya gunung


Tinggalkan komentar

Kategori